Langsung ke konten utama

Jathil Obyog


 

Kesenian Reyog terbagi atas dua bentuk yaitu reyog display dan reyog play. Reyog Display atau biasanya disebut Reyog Festival yang ditampilkan dalam event – event tertentu misal dalam Festival Reyog Nasional yang diadakan setahun sekali. Sedangkan Reyog Play adalah sebutan bagi Reyog Obyog. Dikatakan obyog karena dalam pementasannya tidak selalu berada dipanggung, penari turun secara langsung dan berbaur dengan penonton. Keistimewaan dari obyog adalah penonton boleh ikut berbaur dalam pertunjukkan dan ikut menari dalam pertunjukan tersebut. Selain itu, kesenian reyog obyog bisa dipentaskan dalam berbagai acara, misalnya hajatan, khitanan, rapat terbuka dll. Kesenian ini memiliki sifat gembira dan dinamis karena reyog obyog adalah sebuah tarian rakyat  dimana penonton boleh ikut menari bersama dengan pemain reyog obyog.
Terdapat perbedaan yang mendasar pada unsur penari antara reyog festival dan reyog obyog. Unsur – unsur dalam reyog festival terdiri dari : Kelono Sewandono, Bujang Ganong, Warog, Barongan (Reyog) serta penari jathilan. Sedangkan unsur dalam Reyog Obyog biasanya tergantung permintaan dari penanggap-nya. tetapi yang paling sering ditampilkan adalah Reyog, Bujang Ganong dan Jathil Obyog (Soemarto, menelusuri perjalan reyog Ponorogo, 2014: 40)
Tarian Reyog adalah tarian berbentuk kelompok yang memiliki maskot sebagai pusat perhatian. Maskot utama reyog display (festival) terletak pada Klono Sewandono, Barongan dan Jathil. sedangkan reyog obyog lebih bertumpu pada Jathil Obyog sebagai maskot utama dalam pertunjukan. Jumlah pemain dalam reyog display lebih banyak dibandingkan dengan reyog play atau obyog. Pada reyog display jumlah dadak merak, bujang ganong dan pemain kendang bisa lebih dari satu. sedangkan dalam reyog obyog jumlah pemainnya lebih sedikit, terdiri dari satu dadak merak dan bujang ganong, serta jathil obyog yang berjumlah dua.
Jathil adalah salah satu komponen dalam tarian reyog, dimana dalam memainkannya secara berkelompok dan berperan sebagai prajurit yang menunggang kuda. Jathil obyog merupakan bentuk penyajian tari yang fleksibel, karena sang penari tidak menggunakan kuda seperti jathil reyog festival. Selain itu pertunjukannya tidak baku, mulai bentuk tarian sampai waktu pementasan. Sedangkan pada reyog festival, setiap tarian sudah ditentukan gerakannya oleh sang pelatih dan waktunya sangat diperhitungkan karena terdapat batasan waktu untuk pentas pertunjukkan dalam sebuah festival.
Bentuk dari kedua jenis reyog tersebut juga berbeda. Tarian dalam reyog display gerak dan langkahnya seragam, tetapi dalam jathil obyog gerak antara penari satu dan penari lainnya tidak sama meskipun diiringi dengan gamelan yang sama. Kekompakkan gerak bukan menjadi hal yang utama dalam tarian jathil obyog, masyarakat lebih menilai jathil obyog ini dari keluwesan penari mengikuti irama gamelan. Sebagai maskot utama, jathil obyog harus pandai menjalin komunikasi sosial dengan penonton dalam sebuah pertunjukkan, seperti cara tersenyum saat menari dan berkomunikasi dengan penonton melalui gerak. Kedua hal tersebut membuat pertunjukan reyog obyog menjadi lebih menarik.
Pertunjukkan reyog obyog terbagi atas beberapa tahapan yang memperlihatkan betapa dominannya peran jathil dalam sebuah pementasan reyog obyog. Pertama, pertunjukkan dibuka dengan tarian Srampat Jathil, pada tahapan ini jathil obyog menari secara bersamaan.
Personil jathil obyog dalam satu pementasan biasanya lebih dari satu, dua atau kelipatannya tergantung permintaannya dari penanggap dan mereka saling berhadapan atau berbaris (wawancara dengan Dhita Agustina ; Penari jathil obyog). Kemudian lagu atau tembang pengiring pada tarian obyog tidak baku, lagu yang dimaksud antara lain lagu – lagu daerah, lagu – lagu campursari bahkan lagu – lagu nasionalpun sering diperdengarkan untuk mengiringi tahapan ini. Akan tetapi ciri khas utamanya adalah tetap menggunakan alunan musik ciri khas srompet ponoragan, gendhing semplak dan gendhing obyog. Waktu dalam tahapan pertama ini tidak begitu lama, tidak lebih dari 10 - 15 menit.
Gerakan dalam srampat jati tidak baku, tidak seperti reyog display atau reyog festival yang menentukan gerakan jathil. Sedangkan dalam reyog play gerakannya dilakukan secara tidak serempak. Tidak ada gerakan baku untuk tahapan yang pertama ini, tergantung bagaimana kebolehan sang jathil menampilkan variasi gerak untuk menarik perhatian para penonton.
Tahapan kedua adalah penampilan bujang ganong atau barongan.  Segi kreasi tarian dalam tahap ini hampir sama dengan tahapan yang pertama, yaitu tidak ada gerakan baku. Sang bujang ganong lebih banyak berkomunikasi dengan para penonton melalui gerakan tarian yang mengandung unsur kelucuan. Secara garis besar dalam tahapan ini menggambarkan bagaimana bujang ganong dan dadak merak memamerkan keunikan atraksi masing – masing.
Tahapan ketiga dikenal dengan gerakan edrek, egolan atau goyangan jathil obyog kepada dadak merak dan bujang ganong. Pada tahapan ini Jathil  kembali memasuki pentas, kemudian dadak merak dan bujang ganong memilih salah satu jathil obyog untuk melakukan egolan. Gerakan ini sangat memerlukan kelenturan dan keluwesan tubuh sang jathil obyog, agar egolan tersebut benar – benar hidup.
Berikutnya tahapan keempat, yaitu seluruh penari jathil obyog diikuti bujang ganong dan masyarakat menari secara bersama. Ini memperlihatkan bagaimana interaksi antara para penari jathil obyog lebih berkomunikasi dengan para penonton. Tahapan selanjutnya adalah tahap penutup dari sebuah pementasan reyog obyog. Penutupan dilakukan dengan irama kendang, sebagai tanda berakhirnya pementasan.
A.    Filosofi Tarian Jathil Obyog Sebagai Wujud Local Genius dalam Kebhinekaan NKRI
Jathil merupakan tokoh yang dominan dalam reyog obyog. Ciri khas seorang jathil adalah mempunyai keluwesan gerakan tubuh yang unik dan disesuaikan dengan iringan gamelan serta mengandung makna simbolik kepandaian dan ketangkasan seorang prajurit. Ketangkasan dan kepandaian dalam berperang ditujukkan dengan ekpresi wajah setiap penari.
Begitu banyak makna yang terkandung dalam sebuah tarian jathil obyog yang menggambarkan tentang kehidupan manusia yang sesuai dengan nilai – nilai Pancasila sebagai bentuk kepribadian bangsa. Makna simbolik dari tarian jathil obyog yang pertama digambarkan dari gerakan jalan Nyoklang; kebyak sampur  dengan kedua tangan direntangkan disertai kaki kiri sebagai penopang dan kaki kanan diangkat. Gerakan ini mempunyai makna sebagai prajurit yang sedang melakukan perjalanan dan mengemban tugas yang diamanatkan.
Jalan drap di tempat dan sembahan; kedua kaki sejajar dan menolehkan kepala ke kanan. Gerakan ini mempunyai makna bahwa semua bahaya yang mengancam diserahkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berikutnya Edreg, yaitu sebuah goyangan lenggak – lenggok yang bermakna kewaspadaan prajurit dan menyelidiki apakah disekitarnya ada musuh yang mengancam.
Makna dalam ketiga gerakan jathil diatas berhubungan dengan sila – sila yang tertuang dalam Pancasila. Jalan drap ditempat dan sembahan, berhubungan dengan sila pertama yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa. Nasionalisme bangsa Indonesia adalah ber-Tuhan, menunjukkan bahwa bangsa Indonesia mempercayai Tuhan sebagai pencipta alam semesta. Bersyukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kekuatan yang diberikan kepada pejuang bangsa untuk melaksanakan tugas demi mencapai kemerdekaan.
Edreg menggambarkan tentang kewasapadaan terhadap bahaya yang mengancam. Artinya sebagai bangsa yang majemuk, Indonesia tidak lepas dari isu – isu yang dapat memecah belah persatuan dan kesatuan. Oleh karena itu, diperlukan suatu semangat persatuan dan kesatuan untuk memperkokoh rasa nasionalisme yang sesuai dengan sila yang ketiga.
Nyoklang mempunyai arti bahwa cita – cita luhur bangsa Indonesia ada disila yang kelima, yaitu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Adil bukan berarti sama rasa dan sama rata, akan tetapi adil adalah sesuai porsi yang harus didapatkan.  maksudnya setelah mengemban tanggung jawab barulah menuntut hasil yang sesuai dari tanggung jawab atau kewajiban yang telah dilaksanakan. Terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan tanggung jawab seluruh warga negara Indonesia bukan hanya pemerintah, tetapi rakyat  harus ikut andil untuk mencapai cita – cita tersebut.
Walau melibatkan penonton dalam pergelarannya, ada adab – adab atau norma yang harus dipenuhi. Seperti sang penonton harus menghormati sang jathil atau tidak melecehkan. Itu sangat sesuai dengan bangsa kita sebagai bangsa yang beradab dan menjunjung tinggi sopan santun.
Dalam gending pementasan jathil obyog juga terjadi akulturasi budaya, yaitu dengan bentuk iring –iringan jathil obyog yang dipadukan dengan lagu – lagu modern seperti campursari, dangdut bahkan lagu – lagu nasional. Hal ini sangat menunjukkan bahwa kesenian obyog sangat menerima pembaharuan secara kompromis. Lagu pengiring kesenian jathil obyog tidak bersifat kaku, tapi dipadukan dengan kreasi – kreasi seni modern akan tetapi tetap mempertahankan tiga gendhing dasar kesenian obyog yaitu sampak, obyog dan panaragan.
Kreasi semacam ini menunjukkan bahwa dibalik arus globalisasi yang mengalir deras dari budaya barat ke budaya timur, kesenian obyog tetap mampu mempertahankan keasilannya dengan mengakulturasikan kedua budaya tersebut menjadi sebuah kreasi baru. Dari hal tersebut kita bisa belajar tentang mempertahankan kebudayaan Indonesia di balik pengaruh globalisasi di era modern ini dengan mempertahankan kemampuan local genius bangsa Indonesia yang diikat dengan kesatuan yaitu bhineka tunggal ika.
Dari uraian diatas dapat disintesiskan bahwa dalam gerakan jathil obyog mengandung makna simbolik yang sangat penting. Antara lain, yang berkaitan dengan nilai Ketuhanan, kemanusiaan, kepahlawanan, keadilan dan kesantunan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filosofi Larung Sesaji di Telaga Ngebel Ponorogo

Kebudayaan merupakan sebuah kebiasaaan nenek moyang yang dilakukan manusia dalam lingkup sosial tertentu.   Salah satunya kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia ialah larung sesaji.   Larung sesaji itu sendiri merupakan menghanyutkan persembahan berupa makanan atau benda lain dalam upacara keagamaan yang dilakukan secara simbiolis. Larung sesaji terdapat di berbagai daerah salah satunya   yaitu berada di Ponorogo.   Ponorogo merupakan salah   satu kabupaten di Jawa Timur yang memiliki berbagai budaya yang tidak jauh berbeda dengan daerah-daerah lainnya.   Pada setiap tahun baru Islam atau Sura, Kabupaten Ponorogo mengadakan suatu rangkaian acara berupa   Grebeg Sura.   Dalam acara tahunan ini   ditampilkan berbagai macam seni dan tradisi seperti Festival Reog Mini, Festival Nasional Reog Ponorogo, bedhol pusaka, kirab pusaka dan yang terakir yaitu upacara larung sesaji yang dilaksanakan di Telaga Ngebel.   Upacara la...

Alam “properti” ber-Tuhan

By : Hayik Lana M  Pertanian merupakan bagian dari kehidupan manusia. Petanian adalah salah satu tindakan dari sekian banyak tindakan lain untuk memanfaatkan potensi dari alam. Pertanian mulai muncul ketika masyarakat mampu menjaga ketersediaan pangan bagi diri sendiri dan kelompok. Manusia sebelumnya mengandalkan alam untuk memenuhi kebutuhannya dengan cara berburu dan mengumpulkan makanan. Kebutuhan manusia semakin meningkat dan alam sudah tidak mampu lagi menyediakan kebutuhan pangan, akhirnya manusia yang terdesak kebutuhannya mulai menetap dan bertani. Tinggal menetap dan bertani tersebut berdampak pada kemunculan peradaban-peradaban dunia   Gambar : Perusahaan membakar hutan di Gala-Gala, Tapanuli, 1933. Foto: KITL Marsden mendapati pada April-Mei, jelang musim kemarau, petani telah memilih dan menandai hutan untuk ladangnya. Masyarakat memilih cara cepat meratakan pohon-pohon besar di hutan dengan memercikan api dari dua flint yang diadu. “Api bisa be...