Manas sedang duduk dipematang sawah yang bau
semerbaknya menandakan sawah telah selesai dibajak, siap ditanami. Tangan
kirinya menghisap kretek, terbakar sebatang. Abunya meruncing, tanda sang
penghisapnya sedang melamun. Langit kekuning – kuningan, matahari condong
pulang ke barat.
“Apa yang salah dengan desa ini?” hatinya mengguman
“semua potensi ada disini, pohon – pohon, buah,
rempah – rempah, palawija, tapi kenapa petani di desa ini masih begini – begini
saja, tertindas lehernya, pundaknya mengkilat terkena beban pikul yang berat.
Malah desa tetangga, yang warganya hanya sebagai pengepul, tetapi malah kaya
raya?” nafsu hisapnya menyublim, dibuangnya kretek yang masih setengah batang
itu.
Dari jauh, sayup – sayup terdengar suara bapak –
bapak sedang nempak tembang megathruh
mulai mendekat ke arah Manas.Sebuah tembang yang menggambarkan perpisahan
antara zat fana dengan zat abadi, berpisah menuju hidup yang kekal.
“Manas, ngapain le sore – sore melamun” Pak Wanoro
berjalan menuju ke arah Manas, dengan belut di tangan kirinya menggantung,
mulai tampak mengering.
Sapaan pak Tepil membangunkan lamunan Manas.
Diperbaiki duduknya, yang sedari tadi kaki kananya diangkat ke pematang, kaki
kirinya mengantung.
“waah, pak Tepil, dari mana pak? Mancing belut?”
“Iya iki le, nganggur dirumah” belut yang digantung
di tali rafia dicelupkan ke sawah, agar tidak mengering.
“ngelamun opo kamu Manas, kok sepertinya linglung”
Pak Wanoro membetulkan posisi duduknya.
“saya heran dengan generasi saya pak, kami tahu
tentang cukong – cukong besar yang selalu menggerogoti petani. akan tetapi kami
terdiam ketika generasi muda seperti kami sudah terbius dengan gaji dan jabatan
yang menjanjikan di perusahaan tanpa peduli dengan lingkungan sekitar kami”.
Pandangan mata Manas sayu melihat burung yang terbang dan hinggap didahan
kering.
“semua itu tersusun secara rapi le, semua tersistem.
petani dengan pengetahuan yang minim tidak bisa menembus itu semua. Para cukong
– cukong itu bekerja dengan sistem dan modal yang rapi”.
“nah itu pak, disini kita bekerja secara mandiri.
akan tetapi kami tidak berorganisasi sebagai lambang manusia modern. Kita tidak
bersatu, kita maunya yang instan” mata Manas belom berpindah dari burung yang
hinggap di dahan kering.
“Petani bekerja dengan polos, mereka memerlukan uang
dengan instant. Hari ini panen kunir, besok kunir dijual dipasar sebelah. Hari
ini panen jahe, besok dijual dipasar sebelah. Mereka tidak mencoba untuk
memilah – milah, mana barang yang bagus. Kualitas nomor 1 sampai kualitas nomor
akhir. semuanya dicampur jadi satu, karena mereka memang seperti itu
kemampuannya. Apalagi seperti bapak ini, sudah tua dan sudah tidak mampu lagi
membuat jaringan luas untuk pasar, adanya itu yasudah dijual itu” Tangan kanan
pak Wanoro meremas kerikil kecil yang diambilnya dari bongkahan tanah yang
sudah kering
“sampai kapanpun, kalau petani tetap seperti itu,
mereka akan tetap menjadi buruh dirumahnya sendiri. Sang tamu dengan modal
sistem yang dijalankan, akan tetap menguasai pasar. Pemerintah sudah
memfasilitasi para petani, dengan membentuk kelompok – kelompok tani. Akan
tetapi karena kultur yang masih kental dan pemikiran mereka yang masih
tradisional, mereka tidak memanfaatkan fasilitas itu dengan baik, mereka masih
bertahan dengan cara – cara lama, yaitu berdiri sendiri tanpa jaringan”
“mereka sudah nyaman dengan kondisi seperti itu pak
wanoro, dan kami generasi muda, nyaman menjadi pegawai”
“nah, itu masalahnya. Dengan menjadi pegawai, kalian
memandang pekerjaan kalian itu sebagai sebuah status sosial, padahal ketika
kalian makan, kalian akan butuh petani untuk menyediakan makanan yang hanya
akan kalian jadikan tahi” Senyum pak Wanoro merekah dengan bijak
“tugas kalian sebagai generasi muda, seharusnya
kalian menjadi pioneer. Menjadi benteng petani digaris depan. Kalian menguasai
IT, kalian menguasai sosial media, dan tentunya pergaulan kalian luas, Mengapa
hal semacam itu tidak kalian manfaatkan untuk membangun sebuah wadah sistem
sendiri, mengemas produk – produk disekitar kalian untuk menjadi produk
unggulan yang berkonsep kepada cinta dan menjaga alam, untuk menghidupkan
kelompok – kelompok yang sekarang masih dihuni oleh orang – orang tradisional
yang hanya mengacu kepada materi belaka?”
“Selama kalian tidak membuat sistem, kalian tidak
meniru gaya – gaya para cukong itu. Jangan harap petani didesa ini akan berubah
kehidupan ekonominya. Kamu sudah paham sebagai manusia modern, kita memang
harus berorganisasi. Membangun jaringan yang kuta sebagai benteng petani dari
para cukong – cukong itu”
Adzan maghrib sudah berkumandang, tanpa penutup.
mereka berdua membubarkan diri menuju rumah masing – masing.
Komentar
Posting Komentar