Langsung ke konten utama

Selamat Mengaku Lepat


By : Hayik Lana

Simbolisme, dalam kamus besar bahasa Indonesia diartikan sebagai pemakaian lambang untuk pengekspresian ide – ide (Sastra, seni dll). Simbolisme sangat erat hubungannya dengan kebudayaan Jawa, bahkan sampai masa modern seperti sekarang masih banyak simbol – simbol warisan tradisi jawa yang dipertahankan. Salah satu bentuk tradisi yang masih dijaga oleh masyarakat Jawa adalah Ketupat, merupakan makanan yang terbuat dari beras, yang dimasukkan dalam anyaman janur atau daun kelapa yang berwarna kuning dan bentuknya segi empat. Bahan dasar dari ketupat adalah beras, yang dalam masyarakat jawa beras adalah makanan pokok. Sebagai makanan pokok, menurut sejarah peradaban jawa yang ditulis oleh De Graaf dalam bukunya Malay Annal, beras menjadi hal yang disucikan dengan bukti adanya sang dewi penjaga yang disebut Dewi Sri. 

Dewi Sri adalah salah satu dewa yang diyakini memberikan kesuburan oleh masyarakat Hindu – Budha, sehingga pada masa Islam kepercayaan ini tidak bisa dihilangkan karena sudah mendarah daging. Raden Mas Sahid, atau yang lebih dikenal dengan Sunan Kalijaga memanfaatkan moment itu untuk masuk kedalam alam pikiran masyarakat jawa. Sunan Kalijaga menggunakan media ketupat, sebagai salah simbol tetap mempertahankan budaya – budaya leluhur akan tetapi memasukkan budaya yang baru dengan corak Islami. Nasi atau beras yang ada didalam ketupat, mewakili simbol Dewi Sri sebagai dewi pertanian dan kesuburan, penggunaan janur diyakini sebagai simbol masyarakat pesisir yang selalu identik dengan kelapa. Perpaduan keduanya menunjukkan adanya simbol Nusantara, yaitu sebagai wilayah Agraris, dari darat diwakili nasi atau beras, kemudian dari pesisir laut diwakili dari daun kelapa sebagai janur. Bentuk segi empat melambangkan Sedulur papat limo pancer. Sedulur papat limo pancer sangat erat kaitannya dengan Jawa, mulai dari sedulur 4 adalah saudara yang lahir bersamaan (Ketuban, Ari –ari, darah kelahiran, tali plasenta), dari kebudayaan hindu sedulur papat disebut sebagai 4 unsur alam. Pada masa Islam berkembang 4 kiblat adalah 4 nafsu manusia (aluamah, suifyah, amarah, muthaimah)

Pada masa sekarang, kita mengenal ketupat lewat salah satu hari besar orang Islam yang disebut dengan “Lebaran Ketupat”. Ketupat tetap melambangkan budaya asli Nusantara, hanya ada nilai yang bergeser yaitu tidak lagi adanya penyembahan terhadap Dewi Sri karena Dewi Sri sekarang hanya dijadikan simbol sebagai wujud rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Kupatan diperingati pada hari ke enam setelah idul fitri. Dalam filosofi jawa, ketupat lebaran bukanlah sekedar hidangan khas hari raya lebaran. Ketupat memiliki makna khusus. Ketupat atau kupat dalam bahasa jawa merupakan kependekan dari Ngaku Lepat. Ngaku Lepat artinya mengakui kesalahan.

Tradisi sungkem menjadi implementasi ngaku lepat (mengakui kesalahan). Tradisi sungkem merupakan sebuah tradisi bersimpuh merendah di hadapan orang tua atau orang yang dituakan. Sungkem mempunyai filosofi pentingnya menghormati orang yang lebih tua dan sesama manusia. Perlu dipahami bahwa sungkeman bukanlah bentuk penyembahan seorang manusia kepada manusia, namun sungkeman merupakan bentuk penghormatan kepada orang yang lebih tua. Sungkeman menunjukkan kesopan santunan orang yang masih muda. Tak bisa dipungkiri bahwa sungkeman menjadi salah satu cara untuk mendekatkan hubungan antara anak dengan orang tuanya, atau antara orang muda dengan orang tua.

Rumitnya cara pembuatan ketupat, diperlukan teknik khusus untuk menganyam janur untuk dibuat menjadi ketupat. Janur diadaptasi dari bahasa Arab Jaa-a Al-Nur, yang bermakna cahaya. Anyaman janur diharapkan menjadi simbol harapan penguat jiwa dan raga. Sedangkan masyarakat jawa mengartikan Janur sebagai Jatining Nur (Cahaya) dalam arti yang lebih luas berarti keadaan suci manusia setelah mendapatkan pencerahan ramadhan (bagi yang melaksanakan ibadah ramadhan tentunya)

Ketupat membungkus nasi putih, mempunyai filosofi hati manusia yang bersih mengurangi dendam, iri hati dan dengki dengan jalan saling memaafkan. Setelah semua kesalahan diakui oleh sesama manusia dan saling memaafkan, diharapkan akan menjadi cikal bakal bersihnya hari manusia dari sifat – sifat yang dapat menjauhkan hubungan antara sesama manusia, digambarkan dalam “Kupat Santen” yang berarti Kulo Lepat Nyuwun Pangapunten.

Penggambaran budaya ini disebut sebagai akulturasi budaya, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan Akulturasi sebagai percampuran dua budaya atau lebih yang saling bertemu dan saling mempengaruhi. Penggabungan budaya hindu – budha dengan budaya islam melahirkan salah satu bentuk budaya Islam Kejawen dalam tubuh ketupat.

Penggabungan kedua budaya ini memerlukan sebuah pemikiran yang toleran. Memasukkan sebuah pemikiran baru terhadap pemikiran lama bukanlah sesuatu hal yang mudah, diperlukan adanya Local Genius supaya norma baru yang masuk tidak bersinggungan dengan norma – norma yang lama. Apresiasi yang luar biasa perlu kita sematkan kepada Sunan Kalijaga, karena dalam penyebaran pengaruh Islam beliau tetap menggunakan norma – norma lokal dengan memadukan dengan norma dari luar.

Kita bisa mengibaratkan sebuah kebudayaan dengan pohon. Sebuah pohon tidak akan mati apabila kita potong batang, ranting atau daunnya. Sebuah pohon akan mati apabila kita potong akarnya. Akulturasi yang digunakan oleh Sunan Kalijaga untuk memasukkan Islam ke Nusantara kita ibaratkan memotong pohon dan ranting dari sebuah pohon dan tetap mempertahankan akarnya. Bisa kita bayangan apabila bangsa kita sudah tidak berbudaya lagi, akan butuh berapa lama waktu untuk kita sebagai bangsa tumbang tertiup angin perkembangan zaman. Oleh karena itu, marilah sebagai generasi penerus bangsa dengan budaya kita jaga kekuatan pohon Indonesia supaya pohon Indonesia menjadi sebuah pohon yang sejuk, menaungi, melindungi orang – orang yang ada disekitarnya, dan memberikan air kehidupan bagi kita semua. 

Mohon maaf lahir dan batin dulu ya saudara, jangan minta nafkah lahir dan batin.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filosofi Larung Sesaji di Telaga Ngebel Ponorogo

Kebudayaan merupakan sebuah kebiasaaan nenek moyang yang dilakukan manusia dalam lingkup sosial tertentu.   Salah satunya kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia ialah larung sesaji.   Larung sesaji itu sendiri merupakan menghanyutkan persembahan berupa makanan atau benda lain dalam upacara keagamaan yang dilakukan secara simbiolis. Larung sesaji terdapat di berbagai daerah salah satunya   yaitu berada di Ponorogo.   Ponorogo merupakan salah   satu kabupaten di Jawa Timur yang memiliki berbagai budaya yang tidak jauh berbeda dengan daerah-daerah lainnya.   Pada setiap tahun baru Islam atau Sura, Kabupaten Ponorogo mengadakan suatu rangkaian acara berupa   Grebeg Sura.   Dalam acara tahunan ini   ditampilkan berbagai macam seni dan tradisi seperti Festival Reog Mini, Festival Nasional Reog Ponorogo, bedhol pusaka, kirab pusaka dan yang terakir yaitu upacara larung sesaji yang dilaksanakan di Telaga Ngebel.   Upacara la...

Jathil Obyog

  Kesenian Reyog terbagi atas dua bentuk yaitu reyog display dan reyog play. Reyog Display atau biasanya disebut Reyog Festival yang ditampilkan dalam event – event tertentu misal dalam Festival Reyog Nasional yang diadakan setahun sekali. Sedangkan Reyog Play adalah sebutan bagi Reyog Obyog. Dikatakan obyog karena dalam pementasannya tidak selalu berada dipanggung, penari turun secara langsung dan berbaur dengan penonton. Keistimewaan dari obyog adalah penonton boleh ikut berbaur dalam pertunjukkan dan ikut menari dalam pertunjukan tersebut. Selain itu, kesenian reyog obyog bisa dipentaskan dalam berbagai acara, misalnya hajatan, khitanan, rapat terbuka dll. Kesenian ini memiliki sifat gembira dan dinamis karena reyog obyog adalah sebuah tarian rakyat   dimana penonton boleh ikut menari bersama dengan pemain reyog obyog. Terdapat perbedaan yang mendasar pada unsur penari antara reyog festival dan reyog obyog. Unsur – unsur dalam reyog festival terdiri dari : Kelono ...

Alam “properti” ber-Tuhan

By : Hayik Lana M  Pertanian merupakan bagian dari kehidupan manusia. Petanian adalah salah satu tindakan dari sekian banyak tindakan lain untuk memanfaatkan potensi dari alam. Pertanian mulai muncul ketika masyarakat mampu menjaga ketersediaan pangan bagi diri sendiri dan kelompok. Manusia sebelumnya mengandalkan alam untuk memenuhi kebutuhannya dengan cara berburu dan mengumpulkan makanan. Kebutuhan manusia semakin meningkat dan alam sudah tidak mampu lagi menyediakan kebutuhan pangan, akhirnya manusia yang terdesak kebutuhannya mulai menetap dan bertani. Tinggal menetap dan bertani tersebut berdampak pada kemunculan peradaban-peradaban dunia   Gambar : Perusahaan membakar hutan di Gala-Gala, Tapanuli, 1933. Foto: KITL Marsden mendapati pada April-Mei, jelang musim kemarau, petani telah memilih dan menandai hutan untuk ladangnya. Masyarakat memilih cara cepat meratakan pohon-pohon besar di hutan dengan memercikan api dari dua flint yang diadu. “Api bisa be...