Langsung ke konten utama

Ketika kita lebih paham masalah tetangga dari pada kewajiban kita sendiri



By ; Hayik Lana M

Garudeya, adalah sebuah Kerajaan setengah baya. Garudeya memang benar – benar membuktikan istilah “umur hanyalah hitungan angka”. Nyatanya, tingkat revolusi tatanan kehidupan mereka sudah berhasil ditahap akhir. 

Jika anda semua mengenal tentang Revolusi, atau perubahan yang cukup mendasar dalam suatu bidang. Bisa bidang norma diri sendiri, bisa bidang tatanan masyarakat dan bidang tata negara. Ada tiga jenis Revolusi  yang dilalui oleh manusia – manusia Garudeya sampai tingkat lanjut.

Revolusi itu diserukan oleh para guru sekolah formal mereka, kenapa guru? Ya, ketika para guru itu mencontoh apa yang dilakukan oleh para orang – orang Eropa abad 15 – 17 Masehi. Janganlah heran, orang – orang kerajaan lebih takut kepada guru – guru karena dengan pendidikan yang diberikan oleh guru ditingkat sekolah, mereka bisa menikmati kehidupan dunia dengan bermandi ilmu pengetahuan. Orang – orang kerajaan akan dianggap menistakan guru apabila ilmu yang bapak ibu guru berikan ditingkat pendidikan formal dan non formal disalah gunakan untuk membodohi rakyatnya. Sepertinya itu berbanding terbalik dengan negeri seberang, karena dengan ilmu dari guru, para aparatur pemerintahannya membuat guru kocar – kacir karena sistem yang diterapkan setiap tahunnya berubah.

kenapa harus Eropa? Fakta menunjukkan bahwa orang – orang dari benua biru itu berhasil menaklukkan negeri – negeri  yang mereka sebut antah berantah sebelum abad ke 15 sampai abad 17. Mereka berhasil menaklukkan pulau Rempah – Rempah, negeri Kanguru, sampai benua Amerika. Sebelum abad ke 15, masyarakat Eropa adalah masayarakat yang terbelakang, jauh tertinggal dari kebudayaan Majapahit, Sumeria, Persia dan Cina. Mereka telalu sibuk dengan konflik – konflik lokal, konflik – konflik yang mengatasnamakan agama dan pertengkaran antar tetangga sehingga mereka belum mampu berfikir tentang penjelajahan

Mereka berhasil menggambungkan imperium dengan sains, dengan imperium mereka menguasai wilayah – wilayah Koloni, dengan sains mereka mempertahankan hegemoni mereka di wilayah Koloni. Salah satu contohnya adalaha James Cook, memulai ekspedisi penjelajahan samudera pada tahun 1768. Kapten James Cook hanya kapten biasa, dia tidak paham tentang ilmu tanah,ilmu botani, zoologi sampai antropologi. Pelayaran yang dilakukan oleh James Cook adalah pelayaran yang sangat mahal, oleh karena itu tidak mungkin dengan harga yang begitu mahal hanya membawa satu misi. Maka ketika James Cook akan berlayar, dia turut serta membawa para ilmuwan yang ahli dalam bidangnya untuk kemudian menghimpun data sebanyak mungkin yang nantinya dijadikan modal sebagai penguatan kolonialisme dan imperialisme dinegeri jajahannya. Hal ini menandakan bahwa, antara sains dan imperium modern tidak bisa dilepaskan.

Fakta diatas, membuat para petinggi Kerajaan Garudeya mencanangkan sebuah gagasan Revolusi. Dimulai dari Revolusi Kognitif pada tingkat anak usia dini sampai masa kanak – kanak, Revolusi Agrikultur pada tingkatan anak – anak sampai Remaja, dan Revolusi Saintifik pada anak remaja sampai dewasa.

Revolusi Kognitif, merupakan revolusi tingkat dasar manusia. Revolusi kognitif lebih bertumpu pada penggunaan akal untuk menyusaikan kehidupan di dunia. Seperti belajar bagaimana cara menggunakan bagian tubuh, menggunakan alat  - alat rumah tangga, menggunakan alat – alat kebersihan, bagaimana dasar – dasar beragama, dan bagaimana belajar menggunakan akal mereka untuk bertahan gidup. Tingkatan Revolusi Kognitif masih sangat dasar, seperti kehidupan manusia purba, dengan akal, mereka menggunakan batu dan tulang binatang untuk bertahan hidup dari kejaran singa dan bison.

Tingkatan selanjutnya adalah, Revolusi Agrikultur. Revolusi tatanan ini lebih berfokus ke cara hidup manusia. Cara hidup dimulai dari ketika anak – anak sudah mulai mempraktekkan ajaran – ajaran agama, dasar – dasar negara, norma – norma masyarakat yang berlaku di masyarakat, dan mereka harus sudah bisa menjalankan itu dalam kehidupan sehari – hari mereka. Masa anak – remaja adalah masa mencoba, dengan ikatan – ikatan yang didasarkan seperti itu diharapkan akan menghasilkan generasi muda Garudeya yang lebih paham akan kewajiban diri sendiri, bermasyarakat, dan bernegara.

Ada badan tersendiri untuk menjalankan program ini. Badan Tunas Scoute merupakan badan yang menangani Revolusi ini. Kenapa disebut tunas, ya karena masa anak – anak sampai masa remaja adalah tunas – tunas kerajaan yang harus “diurus” secara khusus. Pemerintah tidak membebankan urusan anak – anak kepada masyarakat, karena masyarakat Garudeya sudah paham dengan tanggung jawab mereka kepada generasi penerus Garudeya.

Badan Tunas Scoute membekali anak – anak dengan sebuah buku kecil yang memuat tugas – tugas yang harus dikerjakan secara real dan tanpa pencitraan. Pengawasan langsung dari orang tua, masyarakat, dan agen – agen Tunas Scoute. Tugas – tugas dibedakan menurut tingkatan usia anak – anak, diberikan sesuai dengan tingkatan revolusi yang harus mereka jalani. Pendekatan sosial dan agama lebih ditekankan karena itu adalah dasar dari kehidupan manusia.

Test kelulusan langsung disaksikan oleh orang tua dan agen dari Tunas Scoute setelah anak – anak mampu memenuhi tugas – tugas dibuku kecil itu. Anak – anak dianggap lulus apabila sudah melaksanakan , menghayati dan dianggap mampu melaksanakan  kewajiban yang diberikan oleh agen – agen Tunas Scoute. Badan Tunas Scoute hanya menangani sampai tahap revolusi Agrikultur, pada tahapan revolusi saintifik semua diserahkan kepada pribadi masing – masing karena mereka sudah paham dengan tanggung jawab mereka.

Tingkat Revolusi yang paling panjang adalah revolusi yang terakhir, yaitu revolusi saintifik. Revolusi ini dimulai dari mereka remaja sampai mereka sudah tidak mampu lagi menurut pribadi mereka masing – masing. Setelah para pemuda mendapat pendidikan di Tunas dan Sekolah, pada tatanan revolusi ini diharapkan pemuda – pemudi sudah mampu menerapkan ilmu mereka untuk menghasilkan kekuatan baru baik dibidang sosial, budaya, politik, hukum, Iptek, dan sains. Mereka akan diberi gelar doktor apabila penemuan mereka baik secara individu ataupun kelompok bisa dimanfaatkan oleh masyarakat dan mempunyai dampak langsung pada peningkatan kehidupan berbangsa.

Para pemilik modal baik dari Kerajaan dan swasta  sangat mendukung revolusi saintifik ini. Investasi besar – besaran diberikan oleh para pemilik modal untuk membiaya riset sosial ataupun sains. Revolusi saintifik membutuhkan lebih dari riset untuk maju, Ia bergantung pada penguatan timbal balik antara sains,, sosial, politik dan ekonomi.  Hasil riset memberi kekuatan baru yang bisa digunakan untuk mendapatkan sumber daya yang mampu meningkatkan kestabilan kehidupan masyarakat.

Tidak mengherankan apabila di Kerajaan Garudeya, orang – orang lebih paham tentang undang – undang dasar, dan dasar negara dari pada urusan tetangga mereka. Setiap individu di Garudeya, paham akan kewajiban masing – masing dan tidak suka mengomentari satu sama lainnya. Nyinyiran dianggap haram dan difatwakan oleh Majelis Pemuka Agama Garudeya, dengan dasar itu semua, toleransi antar manusia di Garudeya sangat tinggi.

Hal yang terjadi di Garudeya berbanding terbalik dengan yang terjadi di Negara Rempah – Rempah. Negara yang mempunyai sumber daya alam yang tidak terbatas itu masih stagnan bertahan di Revolusi Agrikultur. Kultur sosial mereka belum mampu menjadi pondasi yang  kuat bagi berjalannya Revoluis Saintifik. Membangun Revolusi Saintifik dinegara itu ibarat sebuah imajinasi yang masih antah berantah. Diawali dari cita – cita masyarakatnya  ketika masih kecil, semua tertuju pada pekerjaan birokrasi dan jabatan pemerintahan, menggantunggkan nasib pada negara. Pendidikan diarahkan pada bagaimana mencetak para pekerja yang mumpuni, pekerja yang tangguh yang menguntunkan bos – bosnya. Pada usia dewasa, mereka lebih suka menimba ilmu dari grup – grup sosial media yang mereka tekuni sepanjang hari. Kiblat mereka adalah data internet untuk menjadi “netizen yang dihormati”.

Sesuatu yang disosial media akan menjadi berita nasional. Akun – akun lapak jualan dipenuhi oleh produk – produk asing dan mereka selalu mengkritik pemerintah tentang penjajahan asing dan asing. Membeli buku lebih berat dari pada membeli gadged yang harganya jutaan rupiah.
Ditambah lagi dengan konsultan – konsultan politik yang rajin sekali untuk memainkan isu – isu tatanan politik. Negara itu terhanyut dengan pemilu – pemilu dan pertentangan perbedaan calon dalam pemilihan umum. Agama seakan menjadi candu, setiap hari mereka berbicara agama, setelah itu mereka melanggara apa yang mereka bicarakan.

Pencitraan menjadi dasar berpijak mereka. Seorang tahanan bisa dengan enak menikmati tidur di pura – pura penjara dengan fasililtas hotel berbintang. Jual beli kebijakan, sudah menjadi rahasia umum. Mereka bebas keluar masuk penjara, asalkan uang tutup mulutnya setara. Mereka lebih paham bahwa hukum dinegeri itu dibuat hanya untuk dilanggar, bukan sebaliknya.

Ya, mereka masih berkutat di Revolusi Agrikultur. Sesuatu yang sudah dikerjakan oleh negara belahan dunia lain 500 tahun yang lain. Selamat datang di negeri Rempah – Rempah.

Komentar

  1. Negara garudeya skrg dmn min ya..?

    BalasHapus
  2. Agen Tunas Scout? Abis ikut perkemahan di mana Mas? Masalah di Kepulauan Rempah-rempah selesai jika rakyat, pemerintah, dan aparat negara menerapkan Dasa Dharma Pramuka..😑

    BalasHapus
    Balasan
    1. kenapa hanya menggantungkan kpd pemerintah dan aparat negara. feodal sekali anda 🤣

      Hapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Filosofi Larung Sesaji di Telaga Ngebel Ponorogo

Kebudayaan merupakan sebuah kebiasaaan nenek moyang yang dilakukan manusia dalam lingkup sosial tertentu.   Salah satunya kebudayaan yang dimiliki bangsa Indonesia ialah larung sesaji.   Larung sesaji itu sendiri merupakan menghanyutkan persembahan berupa makanan atau benda lain dalam upacara keagamaan yang dilakukan secara simbiolis. Larung sesaji terdapat di berbagai daerah salah satunya   yaitu berada di Ponorogo.   Ponorogo merupakan salah   satu kabupaten di Jawa Timur yang memiliki berbagai budaya yang tidak jauh berbeda dengan daerah-daerah lainnya.   Pada setiap tahun baru Islam atau Sura, Kabupaten Ponorogo mengadakan suatu rangkaian acara berupa   Grebeg Sura.   Dalam acara tahunan ini   ditampilkan berbagai macam seni dan tradisi seperti Festival Reog Mini, Festival Nasional Reog Ponorogo, bedhol pusaka, kirab pusaka dan yang terakir yaitu upacara larung sesaji yang dilaksanakan di Telaga Ngebel.   Upacara la...

Jathil Obyog

  Kesenian Reyog terbagi atas dua bentuk yaitu reyog display dan reyog play. Reyog Display atau biasanya disebut Reyog Festival yang ditampilkan dalam event – event tertentu misal dalam Festival Reyog Nasional yang diadakan setahun sekali. Sedangkan Reyog Play adalah sebutan bagi Reyog Obyog. Dikatakan obyog karena dalam pementasannya tidak selalu berada dipanggung, penari turun secara langsung dan berbaur dengan penonton. Keistimewaan dari obyog adalah penonton boleh ikut berbaur dalam pertunjukkan dan ikut menari dalam pertunjukan tersebut. Selain itu, kesenian reyog obyog bisa dipentaskan dalam berbagai acara, misalnya hajatan, khitanan, rapat terbuka dll. Kesenian ini memiliki sifat gembira dan dinamis karena reyog obyog adalah sebuah tarian rakyat   dimana penonton boleh ikut menari bersama dengan pemain reyog obyog. Terdapat perbedaan yang mendasar pada unsur penari antara reyog festival dan reyog obyog. Unsur – unsur dalam reyog festival terdiri dari : Kelono ...

Alam “properti” ber-Tuhan

By : Hayik Lana M  Pertanian merupakan bagian dari kehidupan manusia. Petanian adalah salah satu tindakan dari sekian banyak tindakan lain untuk memanfaatkan potensi dari alam. Pertanian mulai muncul ketika masyarakat mampu menjaga ketersediaan pangan bagi diri sendiri dan kelompok. Manusia sebelumnya mengandalkan alam untuk memenuhi kebutuhannya dengan cara berburu dan mengumpulkan makanan. Kebutuhan manusia semakin meningkat dan alam sudah tidak mampu lagi menyediakan kebutuhan pangan, akhirnya manusia yang terdesak kebutuhannya mulai menetap dan bertani. Tinggal menetap dan bertani tersebut berdampak pada kemunculan peradaban-peradaban dunia   Gambar : Perusahaan membakar hutan di Gala-Gala, Tapanuli, 1933. Foto: KITL Marsden mendapati pada April-Mei, jelang musim kemarau, petani telah memilih dan menandai hutan untuk ladangnya. Masyarakat memilih cara cepat meratakan pohon-pohon besar di hutan dengan memercikan api dari dua flint yang diadu. “Api bisa be...